simplify this complex world

March 25, 2008

Manusia Super di Jembatan Setiabudi

Filed under: nyomot — effendisusanto @ 11:43 am

Tanpa disadari terkadang sikap apatis menyertai saat langkah kaki
mengarungi tuk coba taklukkan ibukota negri ini. Semoga kita selalu diingatkan.
Sekedar berbagi cerita di forum orang orang super dalam keindahan hari ini :
Siang ini February 6, 2008 , tanpa sengaja ,saya bertemu dua manusia
super. Mereka mahluk mahluk kecil , kurus ,kumal berbasuh keringat. Tepatnya
diatas jembatan penyeberangan setia budi , dua sosok kecil berumur kira kira
delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam.
Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue diujung
jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat
tangan lebar lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka     dengan ucapan “Terima kasih Oom !”. Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka   dan cuma mulai membuka sed ikit senyum seraya mengangguk kearah mereka.
Kaki – kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan , menyapa
seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang
penuh keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya,
lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil
mereka . Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok
disudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta . Saya melewatinya dengan
lirikan kearah dalam kantong itu , duapertiga terisi tissue putih berbalut
plastik transparan .
Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati
mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita , senyum diwajah mereka
terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta .
” Terima kasih ya mbak .semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka , tak lama siwanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah .
” Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? ” mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.
” Oom boleh tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka . sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah .
” Nggak punya , tukas saya !” lalu tak lama siwanita berkata ” ambil saja kembaliannya , dik !” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya kearah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap , ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti , lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Siwanita kaget , setengah berteriak ia bilang ” sudah buat kamu saja , nggak apa..apa ambil saja !”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. ” maaf mbak , Cuma ada empat ribu , nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !” Akhirnya uang itu diterima siwanita karena sikecil pergi meninggalkannya.
Tinggallah episode saya dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya . mereka menghampiri saya dan berujar ” Om , bisa tunggu ya , saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !”.
” eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !” saya kasih uang itu ke sikecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.
Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya ,
” Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar ”
” Nggak apa apa , itu buat kalian ” Lanjut saya
” jangan ..jangan Om , itu uang om sama mbak yang tadi juga ” anak itu bersikeras
” Sudah ..saya Ikhlas , mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat , secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya.
” Ini deh om , kalau kelamaan , maaf ..” ia memberi saya delapan pack tissue
” Buat apa ?” saya terbengong
” Habis teman saya lama sih Om , maaf , tukar pakai tissue aja dulu ” walau dikembalikan ia tetap menolak .
Saya tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya . Saya kalah set , ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya . Beberapa saat saya mematung di sana , sampai sikecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu , dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.
“Terima kasih Om , !”..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan ” Duit mbak tadi gimana ..? ” suara kecil yang lain menyahut ” lu hafal kan orangnya , kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin …” percakapan itu sayup sayup menghilang , saya terhenyak dan kembali kekantor dengan seribu perasaan.
Tuhan ..Hari ini saya belajar dari dua manusia super , kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh , mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra , mereka tahu hak mereka dan hak orang lain , mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue.
Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan diumur mereka yang begitu belia.
YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO
Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.
MT
Saya membandingkan keserakahan kita , yang tak pernah ingin sedikitpun berkurang rizki kita meski dalam rizki itu sebetulnya ada milik orang lain . “Usia memang tidak menjamin kita menjadi Bijaksana , kitalah yang memilih untuk menjadi bijaksana atau tidak” Semoga pengalaman nyata ini mampu menggugah saya dan teman lainnya
untuk lebih SUPER.
===========================================================

kepada siapapun yang menulis ini, terima kasih ya…

March 3, 2008

“ Bacanya yang keras ya, Yah…”

Filed under: nyomot — effendisusanto @ 12:23 am
Semuanya baru kusadari ketika aku termenung seorang diri, menatap kosong ke kegelapan diluar jendela. Dengan susah payah aku mencoba berpikir tentang tumpukan tugas-tugas dan tagihan-tagihan yang menumpuk di meja…tetapi semuanya sia-sia saja..
Yang ada dalam pikiranku adalah perkataanmu pada satu sore tiga minggu yang lalu.. Kamu yang dengan segala kemanjaan dan kepolosanmu selalu membuatku menyayangimu…..matahari-ku yang belum lagi genap 4 tahun..
Tiga minggu lalu kamu menghampiriku, sambil membawa buku cerita bersampul biru favoritmu yang masih baru. “Ayah liat, adhe punya buku baru…bagus deh!?” katamu sambil menatapku penuh harap.. “ Coba ayah liat.. umm bagus, tapi maaf sayang, ayah sedang sibuk.” Kataku tanpa mengalihkan perhatian dari tumpukan pekerjaanku di meja.
Kamu dengan rambut ikal dan tatapan sehangat matahari-mu hanya terpaku menatapku, menghela napas dan dengan suara yang dibuat-buat mulai merayuku lagi “ Tapi kata ibu.. ayah akan membacakannya untuk adhe?” Dengan agak kesal aku menjawab, “Adhe dengar, Ayah sedang sangat sibuk sayang.. minta saja pada ibu untuk membacakan!!!” Suara-ku yang meninggi membuatmu terhenyak tapi tak menyurutkan semangat-mu. “ Tapi bukunya bagus sekali lo, Ayah.. gambarnya bagus dan lucu ” katamu sendu. Lagipula ibu jauh lebih sibuk dari ayah..” Dengan tidak sabar aku membentak , “ Lain kali Adhe!!! Ayah sedang banyak kerjaan.”
Dengan mata berkaca-kaca dan menahan tangis kamu menatapku, kemudian beringsut menjauh. “ Iya deh, lain kali ya Ayah, lain kali saja..” tapi entah kenapa kamu mendekat kembali, menyentuh tanganku lembut dan memeluk-ku dengan penuh semangat sambil berkata dengan kebijaksanaan seorang anak yang berumur 4th. “ Kapan saja Ayah ada waktu ya… Ayah ga usah baca buat Adhe, cukup baca saja buat Ayah sendiri. Tapi kalau bisa, bacanya yang keras ya Ayah.. supaya Adhe juga bisa ikut dengar..” Kamu tersenyum lalu menaruh buku ceritamu di pangkuanku.
Kejadian tiga minggu lalu itulah yang sekarang memenuhi pikiran-ku… aku ingat kamu yang dengan penuh pengertian mengalah. Terus tersenyum bahkan dengan tulus terus menggenggam tangan-ku, berbagi pelukan dan keceriaan-mu bahkan ketika aku dengan kasar-nya mengacuhkan-mu. Dhe… Ayah bahkan seringkali lupa akan keberadaan-mu..
Aku teringat suara lembutmu yang dengan menahan tangis berkata “ Ya udah.. lain kali ya Ayah, tapi kalau bisa Ayah bacanya yang keras ya.. supaya Adhe juga bisa ikut dengar..” Dan karena itulah aku mulai membuka buku cerita warna biru yang sampulnya sudah tidak lagi baru.. Ku buka halaman pertama dan dengan berurai air mata aku mulai membaca dengan keras… sekeras yang aku bisa.

Adhe… Ayah sudah lupa dengan tumpukan pekerjaan yang dulu merupakan hal-hal yang sangat penting bagi-ku. Ayah sudah lupa dengan kesibukan-kesibukan yang selama ini mencuri waktu dan perhatian-ku darimu.. Ayah bahkan sudah lupa akan kemarahan dan rasa benci terhadap orang yang telah merenggutkan-mu dari-ku… pagi itu ketika kamu menyebarang jalan untuk menyambutku pulang..
Adhe… Ayah merindukanmu…. Setiap detik kebersamaan kita yang singkat ini… Nak, Ayah menyesal tidak menyadari arti dirimu hingga saat ini..
Aku terus membaca halaman demi halaman buku cerita dengan sekeras mungkin…terus berteriak parau sambil beruai air mata…. berharap bahwa itu cukup keras bagimu untuk mendengarnya dari tempatmu beristirahat sekarang..
Mungkin….

Blog at WordPress.com.